KEBIJAKSANAAN
PEMBENTUKAN MODAL:
PEMBANGUNAN
SEIMBANG DAN TIDAK SEIMBANG
Pembangunan seimbang diartikan sebagai
keseimbangan pembangunan di berbagai sektor, misalnya industri dan sektor
pertanian, sektor luar negeri dan sektor domestik, dan antara sektor produktif
dan sektor prasarana. Pembangunan seimbang ini biasanya dilaksanakan dengan
maksud untuk menjaga agar proses pembangunan tidak menghadapi hambatan –
hambatan dalam
a. memperoleh bahan baku,
tenaga ahli, sumber daya energi dan fasilitas-fasilitas untuk mengangkut
hasil-hasil produksi ke pasar.
b. memperoleh pasar untuk
barang-barang yang telah dan akan diproduksikan.
Sementara
itu analisa Lewis (dalam Arsyad, 1992 : 257-259), menunjukkan bahwa perlunya
pembangunan seimbang yang ditekankan pada keuntungan yang akan diperoleh dari
adanya saling ketergantungan yang efisien antara berbagai sektor, yaitu antara
sektor pertanian dan sektor industri. Menurut Lewis, akan timbul banyak masalah
jika usaha pembangunan hanya dipusatkan pada satu sektor saja. Tanpa adanya
keseimbangan pembangunan antara berbagai sektor akan menimbulkan adanya
ketidakstabilan dan gangguan terhadap kelancaran kegiatan ekonomi sehingga
proses pembangunan terhambat.
Lewis, menggunakan gambaran
dibawah ini untuk menunjukkan pentingnya upaya pembangunan yang menjamin adanya
keseimbangan antara sektor industri dan sektor pertanian. Misalnya di sektor
pertanian terjadi invasi dalam teknologi produksi bahan pangan untuk memenuhi
kebutuhan domestik, implikasinya yang mungkin timbul adalah :
a. terdapat surplus di sektor pertanyan
yang dapat dijual ke sektor non pertanian.
b. produksi tidak bertambah berarti
tenaga kerja yang digunakan bertambah sedikit dan jumlah pengangguran tinggi. kombinasi dari kedua keadaan
tersebut.
Jika saja industri mengalami
perkembangan yang pesat, maka sektor-sektor tersebut akan dapat menyerap
kelebihan produksi bahan pangan maupun kelebihan tenaga kerja. Tetapi tanpa
adanya perkembangan di sektor industri, maka nilai tukar (Term of Trade) sektor
pertanian akan memburuk sebagai akibat dari kelebihan produksi tenaga kerja,
dan akan menimbulkan akibat yang depresif terhadap pendapatan di sektor
pertanian. Oleh sebab itu di sektor pertanian tidak terdapat lagi perangsang
untuk mengadakan investasi baru dan melakukan inovasi. Jika pembangunan ekonomi
ditekankan pada industrialisasi dan mengabaikan sektor pertanian maka akan
menimbulkan masalah yang pada akhirnya akan menghambat proses pembangunan
ekonomi. Masalah kekurangan barang pertanian akan terjadi dan akan
mengakibatkan kenaikan barang-barang tersebut. Jika sektor pertanian
tidak berkembang, maka sektor industri juga tidak berkembang, dan keuntungan
sektor industri hanya merupakan bagian yang kecil saja dari pendapatan
nasional. Oleh karenanya tabungan maupun investasi tingkatnya akan tetap
rendah. Berdasarkan pada masalah-masalah yang mungkin akan timbul jika
pembangunan hanya ditekankan pada salah satu sektor pertanian saja, maka Lewis
menyimpulkan bahwa pembangunan haruslah dilakukan secara bersamaan di kedua
sektor tersebut.
Hirschman dan Streeten (dalam
Arsyad, 1992: 262 – 270) mengemukakan teori pembangunan tidak seimbang adalah
pola pembangunan yang lebih cocok untuk mempercepat proses pembangunan di
negara sedang berkembang. Pola pembangunan tidak seimbang ini, menurut
Hirschman, berdasarkan pertimbangan sebagai berikut: (i) secara historis
pembangunan ekonomi yang terjadi coraknya tidak seimbang, (ii) untuk
mempertinggi efisiensi penggunaan sumber-sumber daya yang tersedia, dan (iii) pembangunan
tidak seimbang akan menimbulkan kemacetan atau gangguan-gangguan dalam proses
pembangunan yang akan menjadi pendorong bagi pembangunan selanjutnya.
Pembangunan
tidak seimbang akan
mempercepat pembangunan ekonomi pada masa yang akan datang. Persoalan pokok
yang dianalisis Hirschman dalam teori pembangunan tidak seimbang adalah
bagaimana untuk menentukan proyek yang harus didahulukan pembangunannya, dimana
proyek-proyek tersebut memerlukan modal dan sumber daya yang tersedia, agar
penggunaan berbagai sumber daya yang tersedia tersebut bisa menyebabkan
pertumbuhan ekonomi yang maksimal.
Cara pengalokasian sumber daya
tersebut dibedakan menjadi 2 yaitu cara pilihan pengganti (substitution choice)
dan cara pilihan penundaan (postpoinment choice). Cara yang pertama merupakan
suatu cara pemilihan proyek yang bertujuan untuk menentukan apakah proyek A
atau proyek B yang harus dilaksanakan. Sedangkan cara yang kedua merupakan
suatu cara pemilihan yang menentukan urutan proyek yang akan dilaksanakan yaitu
menentukan apakah proyek A atau proyek B yang harus didahulukan.
Berdasarkan prinsip pemilihan
proyek di atas, Hirschman menganalisis masalah alokasi sumber daya antara
sektor prasarana atau Social Overhead Capital (SOC) dengan sektor produktif
yang langsung menghasilkan barang-barang yang dibutuhkan masyarakat atau
DirectlyProductive Activities (DPA).
Ada 3 cara pendekatan yang
mungkin dilakukan dalam mengembangkan sektor prasarana dan sektor produktif,
yaitu
a. pembangunan seimbang antara kedua
sektor tersebut.
b. pembangunan tidak seimbang, dimana
pembangunan sektor prasarana lebih ditekankan.
c. pembangunan tidak seimbang, dimana
sektor produktif lebih ditekankan.
kebanyakan negara sedang berkembang, program
pembangunan sering lebih ditekankan pada pembangunan prasarana untuk
mempercepat pembangunan sektor produktif.